Samarinda --- Pemprov Kaltim terus berupaya membangun kesejahteraan rakyat melalui program dengan membangun sistem perlindungan anak yang komprehensif untuk mencegah dan menanggulangi kekerasan, pelecehan, penelantaran dan eksploitasi. Hal ini sejalan dengan tema yang diusung Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim “Cegah Perkawinan Anak” dalam Rapat Koordinasi Daerah Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Rakorda PPPA) se Kaltim 2020 melalui sistem daring atau virtual zoom meeting, Kamis (9/7/2020). Wakil Gubernur Kaltim Hadi Mulyadi mengatakan, kasus perkawinan anak banyak tejadi di berbagai penjuru dunia dengan berbagai latar belakang. Resiko yang timbul akibat perkawinan yang dipaksakan, yaitu hubungan seksual pada usia anak, kehamilan pada usia muda, infeksi penyakit menular seksual dan komplikasi yang terjadi disaat kehamilan serta persalinan pada usia muda sehingga hal itu berperan meningkatkan angka kematian ibu dan bayi serta stunting pada anak serta dampak ekonomi yaitu munculnya pekerja anak. "Jadi, penting menata perencanaan kehidupan berumahtangga bagi anak-anak sejak dini. Karena, pendidikan dan kualitas pendidikan anak menjadi perhatian serius oleh setiap keluarga. Karena itu, Pemprov Kaltim menilai perlu adanya kesadaran masyarakat dalam merencanakan kehidupan berumahtangga," kata Wagub Kaltim Hadi Mulyadi ketika membuka Rakorda PPPA secara virtual. Menurut Wagub Hadi, pernikahan usia anak menjadi suatu masalah. Karena itu, diperlukan langkah antisipasi, sehingga hal itu tidak terjadi. Artinya, antisipasi itu dibangun melalui keluarga dan pendidikan yang terencana dengan baik. Sebab, anak-anak jangan sampai menjadi korban pendidikan yang kurang tepat oleh keluarga. "Makanya, kehidupan berumahtangga wajib direncanakan. Kami menyambut baik dan mengapresiasi rapat koordinasi ini. Semoga menghasilkan keputusan yang baik sesuai visi dan misi Pemprov Kaltim Berani untuk Kaltim Berdaulat," jelasnya. Kepala DKP3A Kaltim Halda Arsyad mengakui hingga saat ini angka perkawinan usia anak di Kaltim masih tergolong tinggi. Diharapkan melalui Rakor tersebut mampu menghasilkan rumusan bagaimana langkah tepat mengantisipasi perkawinan anak di Benua Etam. “Provinsi Kaltim Tahun 2017 berada diatas angka rata-rata Nasional untuk perkawinan anak bersama dengan 22 Provinsi lainnya, angka rata-rata Nasional 11,54 persen sedangkan Kaltim 13,90 persen dibawah Jawa Timur dan tertinggi Kalsel 23,12 persen, terendah DIY 2,21 persen,” jelasnya. Melalui sinergi dan kerjasama semua pihak untuk bersama-sama melakukan Kampanye dan Gerakan Bersama (GeBer) yang mengedukasi masyarakat terkait pentingnya mencegah perkawinan anak. Hal ini akan melindungi anak dari pelanggaran HAM serta terwujudnya program wajib belajar 12 tahun sesuai dengan Instruksi Gubernur Kaltim kepada Bupati/Walikota Se Kaltim. (dkp3akaltim/rdg)