Jakarta --- Dalam rangka peringatan Hari Dunia Anti Perdagangan Orang, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Bintang Puspayoga mengajak seluruh pihak memperkuat komitmen bersama dan bersinergi melawan sindikat perdagangan orang dan akhiri perdagangan orang di Indonesia. Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) merupakan kejahatan transnasional yang mengancam kehidupan manusia dan kemanusiaan. Berbagai modus kejahatan ini terus berkembang dari waktu ke waktu, sehingga semakin sulit untuk dihapuskan. “Berbagai upaya telah, sedang, dan akan terus dilakukan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) untuk mencegah terjadinya TPPO, utamanya terhadap perempuan dan anak. Diperlukan upaya sinergis berbagai pihak terkait kebijakan, program, dan kegiatan pada semua lini agar memiliki daya ungkit tinggi untuk menghapuskan faktor penyebab TPPO yang sangat kompleks. Selain itu, upaya penanganan juga diperlukan untuk dapat melindungi dan memberikan hak-hak korban dan saksi, serta penegakan hukum yang memberikan efek jera bagi pelaku juga harus dilaksanakan,” ungkap Menteri Bintang dalam sambutannya pada Seminar Nasional memperingati Hari Dunia Anti Perdagangan Orang dengan tema “Antisipasi Risiko Perdagangan Orang Pasca Pandemi dan Masa Adaptasi Kebiasaan Baru”. Kamis, (30/07). Ia menambahkan meskipun sudah banyak kebijakan yang dihasilkan untuk memberantas TPPO, namun masih banyak berbagai tantangan dalam implementasinya. Tantangan tersebut baik dari sisi pencegahan maupun perlindungan korban dan penegakan hukum bagi pelaku sebab perempuan dan anak korban TPPO membutuhkan mekanisme yang berperspektif gender untuk melindungi mereka. “Kondisi Indonesia saat ini yang sedang menghadapi pandemi Covid-19 juga menjadi tantangan tersendiri. Pandemi ini bukan lagi sekedar permasalahan pada sektor kesehatan saja tetapi juga sosial, ekonomi, dan lain-lain. Maka dari itu, sudah sepantasnya kita mengantisipasi adanya modus-modus baru TPPO dan melakukan penyesuaian dengan adaptasi kebiasaan baru dalam melakukan penanganan dan pencegahan TPPO,” ujar Menteri Bintang. Sementara Kepala Misi International Organization for Migration (IOM), Louis Hoffman mengungkapkan kemitraan antara pemerintah, swasta, serikat pekerja, auditor supply chain, agen perekrut dan lainnya sangatlah penting. Para aktor ini tidak hanya dapat berperan untuk menerapkan praktik-praktik yang dapat mengurangi risiko terhadap eksploitasi dan perdagangan orang akan tetapi mereka juga memiliki posisi strategis tersendiri. “Selain itu, di tengah pandemi Covid-19 ini komunitas anti perdagangan orang akan menghadapi tantangan baru sehingga perlu untuk terus berevolusi, beradaptasi, dan menemukan cara-cara inovatif untuk mengidentifikasi tren dan kerentanan TPPO di tengah masa pandemi. Untuk itu, IOM akan terus berkomitmen untuk memerangi perdagangan orang bersama dengan pemerintah Indonesia, organisasi masyarakat sipil, kelompok berbasis kepercayaan, sektor privat, komunitas internasional, dan masyarakat luas lainnya,” ungkap Louis. Deputi Bidang Koordinasi Perlindungan Perempuan dan Anak Kemenko PMK, Ghafur Dharmaputra mengatakan situasi TPPO di Indonesia saat ini mencemaskan. Oleh sebab itu, pencegahan dan penanganan TPPO harus terus dioptimalkan dengan sinergi yang lebih kuat lagi. “Kita harus terus bangun dan pupuk semangat untuk memanusiakan manusia sesuai dengan tujuan dari pembangunan berkelanjutan (SDGs). Saat ini kami Kemenko PMK tengah menyiapkan dan memperbaiki lagi peranan dan berencana untuk menambahkan kementerian/lembaga terkait ke dalam Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang (GT PP-TPPO). Hal ini dilakukan dalam rangka mengoptimalkan lagi fungsi, tugas, dan peranan GT PP-TPPO dalam berbagai aspek termasuk aspek hukum dan keamanan,” ujar Ghafur. Sedangkan, Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Antonius PS Wibowo mengungkapkan data jumlah korban terlindungi Tindak Pidana Perdagangan Orang oleh LPSK pada 2019 sebanyak 318 korban dan per juli 2020 sebanyak 227 korban. “Pada masa pandemi ini, kami terus dan tetap memberikan pelayanan perlindungan korban. Namun, pada masa pandemi ini kami menghadapi tantangan dan hambatan yang berbeda dimana kami harus tetap melayani korban dengan tetap memperhatikan dan mematuhi protokol kesehatan Covid-19, sehingga beberapa kasus mengalami keterlambatan penanganan,” ujar Antonius. TPPO sendiri menempati posisi empat besar berdasarkan jumlah perlindungan yang diberikan oleh LPSK. Kasus ini hanya lebih disedikit di bawah kekerasan seksual anak, terorisme, dan pelanggaran HAM. Proses perlindungan yang diberikan oleh LPSK biasanya berupa beberapa program, di antaranya pemulihan medis, hak prosedural perlindungan hukum, pemulihan psikologis, pengajuan restitusi, dan hak rehabilitasi psikososial. Dalam pelaksanaan pemenuhan hak korban TPPO tentunya tidak terlepas dari peran dan sinergi berbagai pihak terkait terutama IOM. Lebih lanjut, Grab Indonesia berkomitmen menjadi pelaku swasta yang terdepan dalam upaya pencegahan dan pemberantasan TPPO. Perusahaan teknologi bidang jasa ini menjadi garda terdepan yang sangat mungkin bersentuhan dengan kasus TPPO, sehingga bisa saja menjadi perpanjangan tangan dari pihak berwajib. Sejak 2019 Grab mulai aktif membangun sinergi dengan pemerintah dan pemangku kebijakan di semua negara Grab beroperasi, hal ini agar Grab terutama mitra pengemudi bisa berkontribusi dalam pencegahan dan pemberantasan TPPO. Sebelumnya Grab Indonesia sudah bekerjasama dengan KemenPPPA, LPSK, Komnas Perempuan, dan KPAI untuk bersama memberantas TPPO. Kolaborasi strategis dalam hal pencegahan dan pemberantasan TPPO ini sejalan dengan misi kami kedepan yakni, #GrabForGood 2025 yang salah satunya merupakan upaya untuk mewujudkan layanan digital yang aman, inklusif, dan senantiasa berinovasi memberi dampak sosial bagi masyarakat.