Selain perempuan, anak juga menjadi kelompok yang paling terdampak dan rentan mengalami kekerasan juga eksploitasi dalam situasi bencana. Hal ini disebabkan karena kerentanan yang mereka miliki. Masalah ini harus diantisipasi dengan bersinergi bersama melakukan upaya pencegahan dan penanganan kerentanan anak mulai dari mitigasi hingga rehabilitasi. Keluarga sebagai institusi pendidikan pertama dan utama bagi anak, juga berperan sangat penting dalam memperkuat kesiapsiagaan anak saat menghadapi bencana. “Permasalahan inilah yang harus kita antisipasi bersama. Bagaimana mencegah dan menangani kerentanan anak yang terdampak bencana, dimulai dari proses mitigasi hingga rehabilitasi. Pemerintah terus berupaya melindungi dan memenuhi hak-hak anak yang terdampak bencana, di antaranya dengan memberikan pemenuhan kebutuhan spesifik, menyediakan hunian layak anak, memberikan pemulihan kesehatan dan trauma agar anak tidak mengalami kekerasan dan eksploitasi di huntara,” ungkap Asisten Deputi Bidang Perlindungan Anak, Valentina Gintings dalam acara Webinar ‘Rentankah Anak Mengalami Kekerasan dan Eksploitasi di Wilayah Kebencanaan’ yang dilaksanakan secara daring, Jumat (25/9/2020). Valentina menambahkan, Kemen PPPA terus berupaya mengurangi resiko kerentanan anak dalam situasi bencana melalui penguatan kapasitas SDM agar dapat menyediakan layanan terbaik bagi anak di situasi bencana. “Melalui acara penguatan kapasitas SDM hari ini, kami berharap dapat mendorong berbagai pihak baik pemerintah pusat maupun daerah untuk bersinergi menyediakan layanan terbaik bagi anak mulai dari pencegahan sampai rehabilitasi di situasi bencana. Selain itu, juga memasukkan upaya tersebut ke dalam prioritas rencana kerja masing-masing, untuk kemudian dituangkan ke dalam kebijakan penanganan kebencanaan yang ramah anak,” jelas Valentina. Sementara itu, Kepala Bidang Perlindungan Anak korban Bencana dan Konflik mewakili Asisten Deputi Perlindungan Anak dalam Situasi Darurat dan Pornografi, Ratna Oeni Cholifah mengungkapkan berdasarkan statistik bencana dari Data Informasi Bencana Indonesia (DIBI) pada Januari hingga September 2020, telah terjadi 2.178 bencana alam dengan 628.568 orang terdampak di Indonesia. Untuk menindaklanjuti hal tersebut, diperlukan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) yang menitikberatkan pada upaya pencegahan. Ratna Oeni juga menekankan kesiapsiagaan diri berperan besar dalam penyelamatan diri dari bencana. Hal ini dibuktikan berdasarkan hasil Penelitian dan Survey Great Hansin Earthquake pada 1995, yang mengungkapkan berbagai penyebab korban bencana dapat selamat dalam durasi ‘golden times,’ di antaranya yaitu 35% karena kesiapsiagaan diri sendiri, 31,9% dukungan keluarga, 28,1% dukungan teman/tetangga. “Inilah mengapa kesiapsiagaan diri sendiri sangatlah penting untuk diperkuat dalam mengatasi situasi bencana. Keluarga sebagai institusi pendidikan pertama dan utama dalam kesiapsiagaan menghadapi bencana juga berperan penting dan harus siap menghadapi bencana,” tegas Ratna. Kemen PPPA terus berupaya melakukan pencegahan dan penanganan anak dalam situasi darurat, di antaranya upaya pencegahan saat pra bencana, yaitu menyusun kebijakan responsif gender, mengutamakan pemenuhan hak perempuan dan anak dalam penanggulangan bencana. Selain itu, membuat dan menyebarluaskan materi Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) terkait perlindungan anak dari bahaya paparan Covid-19; melalukan koordinasi dengan Pemerintah Daerah, baik provinsi dan kabupaten/kota; menyediakan Mobil Perlindungan Perempuan dan Anak (Molin) untuk melakukan sosialisasi pencegahan keterpaparan anak dari Covid-19. Terkait upaya penanganan saat tanggap darurat, yaitu memberikan perlindungan khusus dan pemenuhan hak anak berupa kebutuhan spesifik di daerah bencana. Sedangkan untuk upaya penanganan saat pasca bencana yaitu memberikan pendampingan dan pemulihan bagi anak korban. Berbagai upaya percepatan perlindungan dan pemenuhan hak anak dalam situasi bencana tersebut tentunya dilakukan dengan berkolaborasi bersama kementerian/lembaga, pemerintah daerah, dan lembaga layanan seperti Dinas PPPA, UPTD PPA, Satgas PA dan PATBM. Kemen PPPA juga telah membuat 5 Protokol Lintas Sektor bagi anak yang memerlukan perlindungan khusus dalam situasi pandemi Covid-19, diantaranya yaitu Protokol Tata Kelola Anak, Protokol Pengasuhan bagi Anak Tanpa Gejala, Anak dalam Pemantauan, Pasien Anak dalam Pengawasan, Kasus Konfirmasi, Anak dengan Orangtua/Pengasuh Berstatus ODP, PDP, Kasus Konfirmasi, dan Orangtua Meninggal, Protokol Pengeluaran dan Pembebasan Anak melalui Asimilasi dan Integrasi, Pembebasan Tahanan, Penangguhan Penanganan, dan Bebas Murni, Protokol Penanganan Anak Korban Tindak Kekerasan dalam Situasi Pandemi Covid-19 dan Protokol Perlindungan Anak Penyandang Disabilitas dalam Masa Pandemi Covid-19 Adapun beberapa rekomendasi yang disampaikan dan akan ditindaklanjuti Kemen PPPA, yaitu Mengawal pembangunan kembali wilayah kebencanaan dengan memastikan hadirnya infrastruktur baru yang responsif gender (ramah perempuan, anak, juga penyandang disabilitas), termasuk hunian sementara, hunian tetap, sekolah, dan lainnya melalui koordinasi dengan kementerian/lembaga terkait. Menyusun kebijakan serta melakukan pendekatan dengan K/L terkait dalam pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi infrastruktur wilayah kebencanaan yang responsif perempuan dan anak. Membuat kajian dan panduan bersama Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat mengenai bangunan pasca bencana yang ramah perempuan dan anak. Mendorong adanya ketersediaan data terpilah. Menyediakan ruangan khusus di huntara untuk bimbingan konseling bagi remaja dan penderita HIV/AIDs (ODHA). Menyediakan ruang kreatifitas anak serta Melakukan advokasi regulasi di tingkat nasional dan daerah untuk mencegah kekerasan terhadap perempuan dan anak.