Muara Enggelam --- Kepala Bidang PPPA Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim Noer Adenany dalam arahannya mengatakan Kasus stunting atau gagal tumbuh pada anak balita di Indonesia masih tinggi dan belum menunjukkan perbaikan signifikan. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menempatkan Indonesia sebagai negara ketiga dengan kasus tertinggi di Asia. Berdasarkan data riset kesehatan dasar (Riskesdas) 2019, angka stunting di Indonesia mencapai 30,8 persen. Sementara target WHO, angka stunting tidak boleh lebih dari 20 persen. Dany menjelaskan, Muara Enggelam menjadi lokus kegiatan Edu Aksi Champion 2P-Keluarga karena kasus bayi stunting tertinggi di Kaltim berada di Kabupaten Kutai Kertanegara yakni sebanyak 3.397 Bayi Umur Lima Tahun (Balita) Stunting. “Kemudian disusul Kota Balikpapan, yakni sebanyak 3.221 Balita stunting dan Kabupaten Paser, sebanyak 3.751 Balita stunting,” ujarnya. Sementara, Kasi Tumbuh Kembang Anak Siti Mahmudah I K mengatakan, masalah kesehatan anak antara lain, kekurangan zat besi, kurang energi kronis, stunting dan obesitas. Kasus stunting merupakan kasus multidimensi yang tidak hanya terjadi pada anak dari keluarga miskin, tetapi juga pada keluarga yang berada di atas 40% tingkat kesejahteraannya. Ini menunjukkan bahwa memberikan pengetahuan kepada ibu hamil dan pasca melahirkan tentang asupan gizi yang benar dan beragam merupakan upaya penting. “Ibu hamil dan pasca melahirkan membutuhkan asupan gizi yang cukup dan bervariasi. Keterbatasan pengetahuan ibu akan beresiko pada kesehatan dan pertumbuhan anak, baik dalam kandungan dan perkembangannya,” ujarnya. Nia sapaan akrabnya menambahkan, peningkatan kesadaran masyarakat akan pentingnya gizi ibu saat anak masih dalam kandungan hingga anak berumur 2 tahun menjadi pekerjaan rumah besar pemerintah daerah dan pemerintah pusat. Untuk meningkatkan pengetahuan tentang gizi bagi anak/balita dan kesehatan pada ibu hamil dan pasca melahirkan, diperlukan kegiatan, dukungan dan layanan kepada keluarga. Pendampingan bisa dilakukan dengan memberikan nasihat, perhatian, mengajak, memberikan dan mendiskusikan sebuah solusi terhadap sebuah permasalahan, memotivasi, menunjukkan dan memberikan pengetahuan tentang akses pelayanan kesehatan. Keikutsertaan keluarga, seperti suami, istri dan masyarakat merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Pengetahuan ibu terhadap asupan gizi saat ia mengandung calon bayi dan memberikan nutrisi pada bayi dan balitanya menjadi penting untuk menghambat stunting pada anak. Stunting dapat dicegah saat janin masih di kandungan dan anak umur 0 hingga 2 tahun, yaitu dengan asupan gizi yang benar dan pemberian ASI eksklusif. “Balita yang tidak diberikan ASI Eksklusif sejak lahir memiliki resiko stunting sebesar 4,8 kali dibandingkan dengan balita yang diberikan ASI Eksklusif sejak lahir,” katanya. Mengapa ASI penting? Karena banyak manfaat yang dapat diperoleh ibu dan anak seperti Komposisi sesuai kebutuhan, mudah dicerna dan diserap, mengandung enzim pencernaan, mengandung zat penangkal penyakit dan mengurangi kemungkinan berbagai penyakit kronik di kemudian hari. (dkp3akaltim/rdg)