Jakarta --- Deputi Bidang Tumbuh Kembang Anak, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) menggelar workshop melibatkan Komunitas Jurnalis Kawan Anak (Jurkawan) membahas urgensi pemberitaan ramah anak, Senin, (7/12/2020). Setidaknya 105 peserta terlibat dalam workshop daring ini, yang terdiri dari kalangan jurnalis media cetak, elektronik, dan media online. Workhop ditekankan pada upaya menguatkan peran media agar mengedepankan perlindungan anak meliputi pemenuhan hak anak dan perlindungan khusus anak dalam setiap produk jurnalistik yang dihasilkan. Hal ini sejalan dengan terbitnya Peraturan Dewan Pers Nomor: 1/Peraturan-DP/II/2019 tentang Pedoman Pemberitaan Ramah Anak. Termasuk ditegaskan pada poin ke-5 Kode Etik Jurnalisme yakni “Wartawan Indonesia Tidak Menyebutkan dan Menyiarkan Identitas Korban Kejahatan Susila, dan Tidak Menyebutkan Identitas Anak yang Menjadi Pelaku Kejahatan”. Demikian juga dengan amanah UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Dengan kehadiran regulasi tersebut, diharapkan insan pers benar-benar menaati rambu-rambu penulisan terkait dengan berita anak. Pada akhirnya, diharapkan kalangan media bisa mewujudkan pemberitaan yang ramah anak. Deputi Bidang Tumbuh Kembang Anak, Lenny N Rosalin mengatakan bahwa perlindungan anak semakin penting, mengingat saat ini terdapat 79,5 juta anak di Indonesia. Jumlah ini setara dengan 30,1 persen dari total penduduk Indonesia. Dari jumlah ini, 42,35 juta (53 persen) anak berada di Pulau Jawa dan 37,2 juta anak di luar Pulau Jawa. Dengan demikian, insan pers bisa bersinergi dengan pemerintah dalam upaya mewujudkan pemberitaan yang ramah anak, sebagai jalan untuk mencapai cita-cita Indonesia Layak Anak atau IDOLA yang diupayakan dapat diwujudkan pada tahun 2030. Apalagi, media merupakan satu dari empat pilar pembangunan anak selain masyarakat, pemerintah, dan dunia usaha. Dijelaskan Lenny, hak-hak anak harus dilindungi dengan memperhatikan prinsip-prinsip Konvensi Hak Anak, nondiskriminasi, kepentingan terbaik bagi anak, hak hidup, tumbuh dan berkembang, serta adanya partisipasi anak. Meskipun menurutnya, tanggung jawab atas perlindungan anak menjadi kewajiban semua pihak, namun keberadaan media sangat penting, mengingat terbukanya keran informasi yang dengan mudah diakses anak saat ini. Sementara itu, Asdep Pengasuhan dan Lingkungan Kemen PPPA, Rohika Kurniadi Sari mengungkapkan bahwa media juga perlu berkontribusi dalam membangun paradigma masyarakat terkait pentingnya pola pengasuhan keluarga yang mengedepankan hak anak, termasuk menghentikan perkawinan anak. Harapan juga disampaikan Asdep Hak Sipil dan Partisipasi KemenPPP, Lies Rosdianti yang meminta pentingnya Pusat Informasi Anak Sahabat (PISA), untuk menyusun bahan-bahan edukasi pemenuhan hak anak. Yakni pusat informasi yang fokus pada penyediaan informasi terintegrasi yang dibutuhkan anak dengan pendekatan pelayanan ramah anak. PISA ini merupakan integrasi dari tempat penyediaan informasi anak, tempat bermain, tempat peningkatan kreativitas, tempat konsultasi, dan sebagainya. “Anak adalah penerus bangsa yang akan meggantikan generasi tua, maka harus dilindungi dari berbagai macam informasi yang dapat merusak perkembangan anak,” jelasnya.